Makalah
Di ajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah
Sosiologi Pendidikan
Oleh
Miftakhul Darussalam: D703211023
Ahmad Junaidi : D 03211009
Farid Mahrus : D73211097
fAKULTAS TARBIYAH JURUSAN KEPENDIDIKAN ISLAM
INSTITUTE AGAMA ISLAM NEGERI
SURABAYA
2012
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Perkembangan
Sosiologi Pendidikan
Sosiologi merupakan
sebuah ilmu yang mempelajari tentang masyarakat. Sosiologi berasal dari kata
“socius” yang berarti kawan atau teman dan “logis” yang berarti ilmu. Secara
harfiah sosiologi dapat dimaknai sebagai ilmu tentang perawanan atau
pertemanan. Istilah sosiologi diperkenalkan pertama kali oleh August Comte
(1798-1857) pada abad ke-19. istilah ini dipublikasikan elalui tulisannya yang
berjudul “Cours de Philosphie Positive”[1].
Menurut Brinkerhof dan white sosiologi adalah interaksi sosial.
Interaksi sosial adalah hubungan timbal balik antar 2 (dua) individu atau
lebih. Hubungan timbal balik tersebut yaitu adanya kontak dan komunikasi.
Dengan adanya kontak dan komunikasi, kita akan saling mendapatkan informasi.
Pendidikan adalah
usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses
pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya
untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,
kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan
masyarakat .
Sosiologi
Pendidikan adalah adalah ilmu yang mempelajari seluruh aspek pendidikan, baik
itu struktur, dinamika, masalah-masalah pendidikan, ataupun aspek-aspek lainnya
secara mendalam melalui analisis atau pendekatan sosiologis .
Pada abad ke-17 ilmu
alam menjadi ilmu yang merdeka, pada abad ke-18 ilmu ekonomi, sedangkat ilmu msyarakat
atau sosiologi baru dikenal sebagai ilmu sejak permulaan abad ke-19. Kebutuhan
untuk memisahkan sosiologi dari ilmi-ilmu lainnya ini lebih tampak dan terasa
pada masa revolusi abad ke-18 di Eropa yang mengganas dalam Revolusi Perancis
(1789-1799). Sedangkan Inggris, berdasarkan perasaan akan kenyataan fungsi ilmu
masyarakat telah lebih kurang 100 tahun lebih dulu mengalami perubahan sosial
dan politik dalam revolusi yang tidak berdarah, lazim disebut “glorious
revolution”[2].
Telah dimaklumi
bersama, bahwa seluruh pendidikan manusia dapat berlangsung dalam Tri Pusat
Pendidikan yaitu dirumah atau dalam keluarga, di sekolah atau lembaga
pendidikan formal, dan di masyarakat atau pendidikan nonformal[3].
a)
Dirumah atau di dalam
keluarga, anak berinteraksi dengan orang tua dan segenap anggota keluarga
lainnya. Ia memperoleh pendidikan informal, berupa pembentukan
pebmbiasaan-pembiasaan (habit
formations). Seperti cara makan, tidur, bangun pagi, gosok gigi, sopan
santun, dan lain-lain. Pendidikan informal dalam keluarga akan banyak membantu
dalam meletakkan dasar pembentukan kepribadian anak. Misalnya, sikap religius,
disiplin.
b)
Di sekolah anak
berinteraksi dengan guru-guru beserta bahan-bahan pendidikan dan pengajaran,
teman-teman serta pegawai-pegawai tata usaha. Ia memperoleh pendidikan formal
disekolah berupa pembentukan nilai-nilai pengetahuan, keterampilan dan sikap
terhadap bidang studi. Akibat bersosialisasi dengan pendidikan formal,
terbentuklah kepribadiannya untuk tekun dan rajin belajar disertai keinginan
meraih cita-cita.
c)
Di masyarakat anak
berinteraksi dengan seluruh anggota masyarakat yang heterogen (macam-macam). Ia
memperoleh pendidikan nonformal atau pendidikan diluar sekolah berupa berbagai
pengalaman hidup. Agar masyarakat dapat melanjutkan eksistensinya, maka kepada
generasi muda harus diwariskan nilai-nilai, sikap, pengetahuan, keterampilan.
Perkembangan
manusia sering dipengaruhi oleh beberapa faktor, baik internal maupun
eksternal. Hal tersebut perlu diperhatikan oleh para pendidik agar
pandai-pandai memecahkan masalah pendidikan melalui analisis sosiologis[4].
a)
Aspek Biologis :
Kondisi biologis seseorang turut mempengaruhi kepribadian seseorang. Misalnya
seseorang memiliki cacat jasmani,seperti sumbing, buta dan lain-lain. Dengan
demikian seorang pendidik yang bijaksana akan memperlakukan peserta didiknya
dengan menggunakan strategi pendidikan demi tercapainya tujuan pendidikan.
b)
Aspek Psikologis : Di
kehidupan sehari-hari banyak kita jumpai orang yang rendah diri bukan karena
cacat jasmani, melainkan karena sosial ekonomi rendah sehingga orang yang
pendiam atau tertutup enggan bergaul. Dalam kasus ini seorang pendidik perlu
memperhatikan mereka secara analisis sosio-ekonomi.
c)
Lingkungan Alam Fisik :
Seseorang yang berasal dari daerah gersang bisa memiliki kepribadian yang ulet,
keras dan tabah atau bisa juga sebaliknya. Pendekatan yang dapat digunakan oleh
pendidik yaitu sosio-geografi.
d)
Lingkungan sosial :
Perkembangan kepribadian seseorang dapat dipengaruhi oleh lingkungan sosial
tempat ia berada. Misalnya seseorang berasal dari lingkungan keluarga yang
baik-baik kemudian pindah dan bertempat tinggal dalam lingkungan kampung
maksiat. Pendekatan yang dapat digunakan oleh pendidik yaitu dengan analisis
sosio-religius.
e)
Faktor kebudayaan :
Dipengaruhi oleh faktor materiil atau nonmateriil.
f)
Faktor kebudayaan
khusus.
B. Bapak Pendiri Sosiologi (The Founding Fathers Of
Sosiology)
Pada bagian ini akan dijelaskan empat ahli yang sampai kini
pikirannya masih dipakai dalam teori sosiologi, yaitu Emile Durkheim, Max
Weber, Karl Marx, dan Auguste Comte. Karl Marx dan Pandangan mereka telah
memberi stimulan diskusi panjang tentang pelbagai persoalan terkait dgn
kehidupan ekonomi, politik, dan kebudayaan. Pandangan mereka juga digunakan
dalam disiplin ilmu social lain seperti ilmu politik, ekonomi, antropologi, dan
sejarah.
Durkheim
dilahirkan di Epinal Prancis pada 1858 dari keluarga Yahudi, ayahnya Rabi.
Studi di Ecole Superieuredi Paris. Dari 1887 sampai 1902 menjadi guru besar
dalam ilmu-ilmu sosial di Bordeaux. Pada masa tersebut ia berhasil menulis buku
yang monumental yaitu tentang the
division of labor in society, the Rules of Sosiological Method, dan
suicide. Setelah itu, ia pindah ke Universitas Sorbonne di Paris. Pada masa
itu, ia kembali menerbitkan buku the Elementary Froms of the Religious Life.berbeda
dengan Karl Marx, sumbangan Emile Durkeim terhadap sosiologi pendidikan lebih
terasa, terutama berbagai ceramahnya tentang pendidikan yang diterbitkan dalam
beberapa buku seperti Education and Society(1956), Moral Education(1961),
dan Evolution of Educational Thought(1977).
Weber
dilahirkan di Erfurt 1864 sebagai anak tertua dari delapan orang bersaudara.
Ayahnya seorang otoriter, sedangkan ibunya adalah seorang saleh yang teraniaya.
Oleh karena itu, terjadi cekcok hebat antara Max Weber dengan ayahnya, sehingga
dia mengusir ayahnya. Ia lebih banyak dipengaruhi paman dan tantenya. Weber mengecap berbagai pendidikan, antara
lain ekonomi, sejarah, hukum, filosofi, dan teoloi. Ia meraih gelar doktor
dalam studi organisasi dagang abad
pertengahan. Ia diangkat jadi guru besar dalam studi sejarah afraria Romawi di
Berlin serta menjadi guru besar ekonomi di Freiburg 1894 dan 1896di Heidelberg.
Marx
lahir dari keluarga Yahudi di Trier, Jerman, pada 1818. Ibunya berasal dari keluarga Rabbi Yahudi, sedangkan ayahnya
berpendidikan sekuler dan pengacara yang sukses. Ketika suasana politik tidak
menguntungkan bagi pengacara Yahudi, ayah dan keluarganya pindah menjadi
pemeluk agama protestan. 1841 Marx meraih gelar doktor fildafat dari Universitas Berlin, Universitas
yang dipengaruhi oleh pemikiran Hegel dan pengikutnya yang kritis. Ia menikah
pada 1843 dan hijrah ke Paris. Di sana ia berkenalan dengan St. Simon dan
Proudhon, tokoh pemikir sosialis, dengan Engels, mitra menulis sekaligus
sahabat penopang ekonomi, serta dengan berbagai pemikiran ekonomi politik
Inggris seperti Adam Smith dan David Ricardo. Aktif dalam berbagai gerakan
buruh dan komunis. Karl Max dipahami oleh berbagai penulis teks buku sosiologi
pendidikan seperti Ivor Morris(1972), K.W. Prichard, dan T.H.
Buxton(1973), Philip Robinson(1986), dan Mareen T. Hallin(2000) tidak
memberikan banyak sumbangan teoretis terhadap pengembangan sosiologi
pendidikan, namun Marx sangat berpengaruh terhadap cara aberpikir tentang
pendidikan dan masyarakat.
C. Penguat Fondasi Sosiologi Pendidikan
Penguat
Fondasi Sosiologi Pendidikan merupakan para tokoh teori sosiologi yang
melakukan aktivitas ilmiah berupa revisi, mengembangkannya, dan mempertajam
teori yang telah dikembangkan oleh peletak fondasi teori sosiologi seperti
Marx, Durkheim, Weber, dan Mead.adapun tokoh penguat Fondasi adalh sebagai
berikut :
1.
Alfred
Schutz.
Alfred
lahir di Wina pada 13 April 1889 Ia mengikuti kuliah di universitas Wina
dibidang ilmu hukum, ekonomi, dan sosiologi (1918-1921) selama di Wina dia juga
menghadiri kuliahan Max Weber. Setelah meraih doktor dia bekerja sebagai
sekretaris di sebuah Bank di Wina, kemudian pindah bekerja sebagai penasihat
hukum pada sebuah Bank swasta pada tahun 1939 migrasi ke Amerika baru pada
tahun 1943 menjadi akademisi dan meninggal dunia pada 20 mei 1959.
2.
Piere
Bourdieu.
Piere
Bourdieu dilahirkan di kota kecil
selatan Perancis pada 1930. Dia diterima di the Ecole Normale Superieure pada
1950an, namun tidak menulis tesis masternya karena ketidak setujuan terhadap
nstruktur sekolah yang otoriter. Dia aktif menentang orientasi komunis dari
sekolahnya. Pengalaman wajib militer selama dua tahun di Aljazair pada
1958-1960 mendorongnya untuk menulis buku. Setelah itu, dia kembali ke Paris
dan mengajar sebagai asisten Raymond Aron. Ketika kedudukan pemimpin College de
France lowong karena Raymond Aron memasuki pensiun pada 1981, Bourdieu
menggantikannya. Semenjak itu, dia memegang peranan kunci dalam sosiologi Perancis.
3.
Talcott
Parsons.
Talcot
Persons lahir pada 13 desember 1902 di Colorado Springs, Colorado, Amerika
serikat dari seorang anak pendeta yang iontelektual. Ia menamatkan sarjana
mudanya dalam bidang dtudi biologi di Kolese Amherst (1920-1924). Kemudian dia
mengikuti program Pasca Sarjana di London School of Economics pada tahun 1924.
Selanjutnya, dia pergi ke Heidelberg, Jerman, tempat ia memulai Tesis doktoralnya, sehingga dia
berkenalan dengan berbagai karya ilmuan sosial jerman seperti Karl Marx , Max Weber, Sombart.
D. Pemikiran Tokoh-TokohSosiologi
Pendidikan
a)
Alfred
Schutz (1889-1959)
Dalam
pandangan Alfred Schutz Max Weber tidak serius
mengembangkan apa yang dimaksud tentang verstehen (interpreative
understanding ) atau disebut dengan pemahaman interpretative dan teori makna.
“Weber tidak membedakan antara action yang dianggap sebagai sesuatu yang masih
sedang berlangsung dan acts yang sudah selesai antara makna penghasil suatu
benda cultural dan makna benda yang doihasilkan, antara makna tindakan (action)
saya dan amakna tion\dakan orang lain . “ jadi kata schutz mengembangkan teori
makana tanpa mendislkusikan bagaimana makna ini sendiri muncul, dipertahankan,
dikemnbangkan dan di ubah. Topik ini dikembangkan oleh Schutz sehingga
pemikirannya dianggap sebagai fenomenologi , yaitu studi tentang cara bagaimana
fenomena hal-hal yang kitya sadari muncul kepada kita, dan cara yang paling
mendasar dari permunculannya adalah sebagai suatu aliran pengalaman indriawi (streams of experience ) yang
berkesinambungan yang kita terima melalui panca indra kita.
b)
Antonio
Gramsci.
Gramci
dipandang sebagai seorang intelektual yang dipengaruhi pemikiran Marx.Pemikiran
Gramsci yang paling banyak dikutip oleh para ilmuan sosial dan humaniora adalah
konsep hegemoni. Menurut Roiobinshon (1986 : 46) \hegemoni dapat dipahami
sebagai “pengaruh yang memimpin”. Robinshon menulis hegemoni sebagai satu
keseluruhan himpunan kebiasaan dan harapan, penggunaan energi kita, pemahaman
kita, yang biasa mengenai kodrat manusia dan dunianya. Ia merupaansatu
perangkat makna dan nilai yang sebagaimana terjadi dalam praktek, tanmpak
sebagai saling memperkuat .
Pendidikan
dilihat memiliki peran yang strategis dalam mengabsahkan hegemoni yang
domoinan. Ia mensosialisasikan kaum muda bukan hanya fakta-fakta dunia tetapi
juga tentang sikap terhadap fakta ini. Kaum intelektual dapat memainkan peranan
pentingh untuk mempertahankan status quo yang ada, termasuk hegemoni kebudayaan
dominan. Namun sebaliknya juga kaum intelektual dapat pula membangun suatu
budaya kebudayaan kontra hegemoni yang melaluinya kebudayaan dominan dapat
dilawan.
c)
Talcott
Parsons (1902-1972)
Ada empat persyaratan fungsional yang dibutuhkan oleh suatu sistem,
yaitu
1.
Adaptation,
merupakan suatu kebutuhan sistem untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan yang
dihadapinya. Sistem mampu menjamin apa yang dibutuhkan dari lingkugannya serta
mendistribusikan sumber-sumber ini kedalam seluruh sistem.
2.
Goal
attainment, atau pencapaian tujuan, merupakan prasyarat fungsional yang
menetukan tujuan dan skala prioritas dari tujuan yang ada. Setiap orang
bertindak selalu diarahkan oleh suatu pencapaian tujuan.
3.
Integration/
integrasi, suatu kebutuhan sistem yang dapat mengordinasikan dan menciptakan
kesesuaian antar bagian atau anggota dalam suatu sistem. Fungsi Integrasi dapat
terpenuhi apabila bagian atau anggota dalam suatu sistem berperan sesuai dengan fungsinya dalam satu keseluruhan.
4.
Latent
Pattern Maintenance / Pola pemeliharaan laten, prasyarat fungsional yang
dibutuhkan sistem untuk menjamin kesinambungan tindakan dalam sistem sesuai
dengan beberapa aturan atau norma. Konsep laten menunjuk pada sesuatu yang
tersembunyi atau tidak kelihatan.
d)
Louis
Althusser (1918-1990)
Pemikiran Althusser dipengaruhi oleh cara pandang Marx, namun cara
pandang yang direvisi oleh Althusser sendiri. Tujuan Althusser yaitu
mengukuhkan Marxisme sebagai sebuah ilmu
pengetahuan dan melepaskannya dari determinisme Ekonomi.
Untuk memahami inti dari pemikiran Althusser, ada baiknya dikutip
pernyataan Strinati (2003 : 169-170) :
“Masyarakat harus dipertimbangkan dalam hal relasi antarstruktur
daripada suatu esensi beserta ekspresinya. Basis ekonomi atau cara produksi,
dan superstrtuktur atau politik dan ideologi, melahirkan strukture
terkait satu sama lain secara lain secara pasti. Superstruktur politik dan
ideologi bukan semata-mata merupakan ekspresi esensi basis ekonomi pada contoh
akhir basis ekonomi jadi penentu dikarenakan dampaknya terhadap struktur lain
maupun dinamika masyarakat secara keseluruhan. Namun hal ini tidak mencegah
superstruktur untuk menjadi “relatif mandiri “ dari pengaruh tersendiri
terhadap basis ini maupun terhadap kecepatan serta arah perubahan sosial. Dalam
dunia nyata, determinisme ekonomi tidak pernah dalam bentuk murninya sehingga
keberadaannya sukar untuk diputuskan dan dijabarkan dari berbagai pengaruh
lainnya.”[8]
Althusser menurut Robinshon (1986 : 47) memandang negara sebagai
sebuah mesin penindasan, yang memungkinkan kelas-kelasnya berkuasa...menjamin
dominasi mereka atas kelas buruh.
Sumbangan terbesar dari Bourdieu terhadap sosiologi pendidikan adalah idenya tentang kapital yang dihubungkan
dengan pendidikan. Bourdieu melihat bahwa terdapat hubungan antara pendidikan dan tentang kapital budaya dan simbolik.
Kedua kapital ini direproduksi dan dilanjutkan melalui sekolah. Hal ini akan
dibahas lebih detail pada Bab Pendidikan sebagai kapital.
e.Karl Marx
Ø Pendekatan Materialisme Historis
Ada empat
sentral konsep penting dalam mmahami pendekatan materialisme historis
(Morisson,1995). Pertama, Means of Production, Kedua, Realition of Prodduction
(hubungan Produksi), ketiga mode of production, ke empat (force of production).
Perubahan
cara produksi itulah yang menyebabkan adanya perubahan sosial budaya dan
dimensi pendidikan. Perubahan cara produksi tersebut terletak pada teknologi
baru, penemuan sumber-sumber baru, atau perkembangan baru lain apapun dalam
bidang kegiatan produktif (Johnson, 1986 : 132 ).
Karena
cara produksi berubah, maka muncul kontradiksi antara cara produksi dan
hubungan produksi. Ketika kontradiksi telah merusak parah keseimbangan, maka ia
akan berdampak pada perubahan terhadap hubungan produksi seperti perubahan pada
pembagian kerja, dasar dan bentuk struktur kelas. Pada gilirannya dapat
mengubah mode produksi.
Ø Teori Alienasi (keterasingan)
Kapitalisme
telah menyebabkan manusia mengalami alienasi
karena hasil kreativitas produsen menjadi terasing/ diasingkan dari produsen
itu sendiri. Alienasi ini bisa berupa : (1) produk diluar kontrol dari produsen
seperti jenis, kualitas, kuantitas, harga, dan pemasaran produk (2) produsen
harus menyesuaikan diri dengannya seperti mengikuti kapasitas produsen mesin.
Oleh karena itu, menurut McLellan (1973 :111), manusia mengalami alienasi dalam
tiga arti. Pertama : manusia teralienasi dari produk kerjanya sendiri dalam
arti bahwa ia hanya sekadar embel-embel dari proses produksi, sebagai pelayan
mesin atau orang yang memindahkan kertas di kantor. Kedua, manusia juga
teralienasi dari dirinya sendiri dalam arti bahwa ia bekerja karena terpaksa,
dan sebagai akibatnya manusia diubah menjadi hewan” karena ia hanya merasa
senang apabila melakukan fungsi-fungsi hewani, yakni makan, minum, dan memiliki
anak-anak.” Terakhir manusia teralienasi dari sesamanya. Hubungan yang ada di
tempat kerja mempengaruhi hubungan dalam kehidupan di luar kerja.
Ø Teori Perubahan Sosial
Pada
The Communist Manifesto, Marx menyatakan “sejarah dari semua masyarakat hingga
saat ini adalah sejarah perjuangan kelas.” Perjuangan kelas berakar dari adanya
pembagian kerja dan pemilikan pribadi. Keberadaan pembagian kerja dan pemilikan
pribadi menghasilkan kontradiksi yang dalam dan luas pada masyarakat, yaitu
antara kelompok yang tidak memiliki serta menciptakan stratifikasi sosial dalam
masyarakat yaitu kelas pemilik dan kelas bukan pemilik.
Ø Tentang Agama
Menurut
Marx “agama sebagai candu masyarakat”. Pernyataan ini dapat dipahami karena
Marx melihat bahwa superstruktur sosio-budaya, termasuk di dalamnya ideologi
politik, dan agama dibangun atas infrastruktur ekonomi (yaitu, alat-alat
produksi dan hubungan sosial, termasuk agama didirikan atas dasar infrastruktur
ekonomi (yaitu : alat-alat produksi dan hubungan sosial dalam produksi) dan
menyesuaikan diri dengan tuntutan dan persyaratan yang dimiliki oleh
infrastruktur ekonomi ini. Pengalaman ayahnya yang berpindah agama dan ekonomi.
f.
Emile
Durkheim.
Ketika
ia menyjadi
direktur ilmu pendidikan di Sorbon, Paris (yang kemudian menjadi dirkektur
ilmu pendidikan dan sosiologi pada tahun 1913). Memandang pendidikan sebagai
suatu “social thing”. Masyarakat secara keseluruhan beserta masing-masing
lingkungan sosial didalamnya merupakan sumber penentu cita-cita yang
dilaksanakan lembaga pendidikan.
Menurut
Duurkheim
pendidikan itu bukanlah hanya suatu bentuk tetapi bermacam-macam baik dalam
arti ideal maupun aktualnya. Oleh karenba itu pendidikan merupakan alat untuk
mengembangkan kesadaran diri dan kesadaran sosial ( The individual self and the
social self, the I and the we or the homoduplex) menjadi suatu paduan yang
stabil, disiplin, dan utuh secara bermakna.
Durkheim
pada waktu menyampaikan kuliah pengukuhannya di Sorbon (1920), menyatakan bahwa
dunia pendidikan harus melakukan perubahan-perubahan dan
penyesuaian-penyesuaian seirama dengan arus deras transformasi yang berlangsung
pada masyarakat modern dan dia menyimpulkan bahwa tidak ada yang melebihi
pentingnya pendekatan sosiologi bagi para guru.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Sosiologi merupakan sebuah ilmu yang
mempelajari tentang masyarakat.Istilah sosiologi diperkenalkan pertama kali
oleh August Comte (1798-1857) pada abad ke-19.Perkembangan manusia sering
dipengaruhi oleh beberapa faktor, baik internal maupun eksternal. Hal tersebut
perlu diperhatikan oleh para pendidik agar pandai-pandai memecahkan masalah
pendidikan melalui analisis sosiologis.
Sosiologiu pendidikan
muncul dari pemikiran para tokoh-tokoh sosiologis, yang dapat diklasifikasi
tokoh peletak dan tokoh penguat fondasi sosiologi pendidikan. Mereka itu adalah
Karl Marx(1818-1883), Emile Durkheim (1858-1917), Max Weber,George
Herbert Mead (1863-1931), Alfred Schutz (1889-1959), Antonio Gramsci
(1891-1937),Talcott Parsons (1902-1972), Louis Althusser (1918-1990).
B.
Saran
Dengan di susunya makalah ini kita bisa
mengerti dan tahu tentang sosiologi
dalam pendidikan,agar kita biasa mengetahui dan memahami tentang ilmu
sosiologi,agar tidak ketinggalan,karena di zaman modern ini kita bias
menggunakan sosiologi sebagi alat untuk interaksi pembelajaran dari individu
satu dengan yang lainya,jadi dengan kita belajar sosoilogi kita bisa mengetahui
perubahan social.
DAFTAR
PUSTAKA
Ø Budiman, Arief, dkk. 1986. Mencari
Konsep Manusia Indonesia Sebuah Bunga Rampai. Jakarta: Erlangga.
Ø Dirjen Pendidikan Dasar dan
Menengah. 2003. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta: Depdiknas.
Ø Lawang. Robert M. Z. 1986. Teori
Sosiologi Klasik dan Modern. Jakarta: Gramedia.
Ø Mof, Yahya. 1997. Hasil Analisis
terhadap Teori Konflik (Karl Marx). Makalah.
Yogyakarta: Program Studi Penelitian dan Evaluasi Pendidikan Program Pascasarjana IKIP Yogyakarta.
Yogyakarta: Program Studi Penelitian dan Evaluasi Pendidikan Program Pascasarjana IKIP Yogyakarta.
Ø Munib, Achmad. 2007. Pengantar Ilmu
Pendidikan. Semarang: UPT MKK Unnes.
Vaizey, John. 1987. Pendidikan Dunia Modern. Jakarta:
Binaprinindo Aksara.
Wuradji. 1988. Sosiologi Pendidikan Sebuah Pendekatan
Sosio-Antropologi. Jakarta: Depdikbud.
[1]file:///E:/SOS%20pend/Ciri,%20Tujuan%20dan%20Sejarah%20Sosiologi%20Pendidikan%20_%20unsilster.htm
[2] Shadily, Hasan. Sosiologi untuk masyarakat Indonesia. Jakarta: Rineka
Cipta (1993)
[3] Drs. Gunawan, Ary H. Sosiologi Pendidikan. Jakarta : Rineka Cipta 2010
(hal. 57)
[4] Ibid (hal 59)
[5] Ibid.,h.28-32.
[6] Ibid.,h.41-49
[7] Ibid, h.23-28.
[8] Ibid.,h.48.